Nama | Awalan | Karakter | Bahasa | Arti |
---|---|---|---|---|
Eneas | Yunani |
|
Monday, September 19, 2016
Huruf Awalan 'E"
Thursday, June 2, 2016
PERAN CAMAT DALAM PELAKSANAANPEMBANGUNAN DI KECAMATANALAMA KABUPATEN MIMIKA
PERAN CAMAT DALAM PELAKSANAANPEMBANGUNAN
DI KECAMATANALAMA
KABUPATEN MIMIKA
(Suatu Studi di Distrik Alama Kabupaten Mimika
Provinsi Papua )
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah seminar
masalah pemerintahan dan salah satu syarat untuk lulus dalam mata kuliah
seminar masalah pemerintahan
SKRIPSI
OLEH:
ENEAS MULUGOL
NIM :120813192
JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2016
Abstrak
Pembangunan yang sudah di rencanakan
di tingkat kecamatan oleh aparat Pemerintah kecamatan sering tidak berjalan
sebagaimana di harapkan. Keikutsertaan semua pihak dalam pembangunan daerah di
kecamatan sangatlah menentukan pula, oleh karena bagaimanapun pula potensi daerah
yang dimiliki jika aparat pelaksanaan kurang memahami keterpaduan pembangunan,
dengansendirinya tujuan pembangunan kecamatan juga tidak akan tercapai
sebagaimana yang diharapkan. Kecamatan merupakan bagian dari pemerintahan
daerah yang membawahkan beberapa kelurahan dan dikepalai oleh seorang Camat,
mempunyai tugas pokok yaitu sebagai pelaksana teknik kewilayahan yang mempunyai
wilayah kerja tertentu dan juga mempunyai fungsi
DAFTAR
ISI
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah.................................................................. 1
B.
PerumusanMasalah......................................................................... 12
C.
Tujuan dan penulisan..................................................................... 12
D.
ManfaatPenulisan........................................................................... 12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Konsep Peran................................................................................. 13
B.
Konsep Pemerintah Camat............................................................. 14
C.
Konsep Pembangunan.................................................................... 15
D.
KonsepKecamatan......................................................................... 19
BAB
III METODE PENELITIAN
A.
JenisPenelitian................................................................................ 20
B.
VariabelPenelitiandanDefinisiOperasional.................................... 20
C.
LokasiPenelitian............................................................................. 21
D.
Populasidan Sampel....................................................................... 21
E.
Teknik Pengumpulan Data............................................................. 21
F.
Teknik Analisa Data....................................................................... 22
BAB IV PEMBAHASAN
A. Peran
CamatSebagaiPelaksanaPemerintahandiKecamatan............ 23
B. PeranCamatSebagaiPelaksanaTugas-tugas Pembangunan............. 24
C. PeranCamatDalamMenggerakkanPartisipasiMasyaraka................ 25
D. KinerjaAparaturKecamatan........................................................... 26
E. PeranCamatTerhadapDisiplinAparaturPemerintah........................ 27
Bab V PENUTUP
A.
Kesimpulan.................................................................................... 29
B.
Saran.............................................................................................. 29
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Teori pembangunan dalam ilmu sosial dapat dibagi ke dalam dua paradigma
besar, modernisasi dan ketergantungan (Lewwellen 1995, Larrin 1994, Kiely 1995
dalam Tikson, 2005). Paradigma
modernisasi mencakup teori-teori makro tentang pertumbuhan ekonomi dan
perubahan sosial dan teori-teori mikro tentang nilai-nilai individu yang
menunjang proses perubahan. Paradigma ketergantungan
mencakup teori-teori keterbelakangan (under-development) ketergantungan
(dependent development) dan sistem dunia (world system theory) sesuai dengan
klassifikasi Larrain (1994). Sedangkan Tikson (2005) membaginya kedalam tiga
klassifikasi teori pembangunan, yaitu modernisasi, keterbelakangan dan ketergantungan.
Dari berbagai paradigma tersebut itulah kemudian muncul berbagai versi tentang
pengertian pembangunan.
Pengertian pembangunan mungkin menjadi hal yang paling menarik untuk
diperdebatkan. Mungkin saja tidak ada satu disiplin ilmu yang paling tepat mengartikan
kata pembangunan. Sejauh ini serangkaian pemikiran tentang pembangunan telah
berkembang, mulai dari perspektif sosiologi klasik (Durkheim, Weber, dan
Marx), pandangan Marxis, modernisasi oleh Rostow, strukturalisme bersama
modernisasi memperkaya ulasan pendahuluan pembangunan sosial, hingga
pembangunan berkelanjutan.
Namun, ada tema-tema pokok yang menjadi pesan di dalamnya. Dalam hal
ini, pembangunan dapat diartikan sebagai `suatu upaya terkoordinasi untuk
menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara
untuk memenuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan
Rochmin Dahuri, 2004). Tema pertama adalah koordinasi, yang berimplikasi pada
perlunya suatu kegiatan perencanaan seperti yang telah dibahas sebelumnya. Tema
kedua adalah terciptanya alternatif yang lebih banyak secara sah.
Hal ini dapat diartikan bahwa pembangunan hendaknya berorientasi kepada
keberagaman dalam seluruh aspek kehidupan. Ada pun mekanismenya menuntut
kepada terciptanya kelembagaan dan hukum yang terpercaya yang mampu berperan
secara efisien, transparan, dan adil. Tema ketiga mencapai aspirasi yang paling
manusiawi, yang berarti pembangunan harus berorientasi kepada pemecahan masalah
dan pembinaan nilai-nilai moral dan etika umat.
Mengenai pengertian pembangunan, para ahli
memberikan definisi yang bermacam-macam seperti halnya perencanaan. Istilah
pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain,
daerah yang satu dengan daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain.
Namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa pembangunan merupakan proses
untuk melakukan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Siagian (1994) memberikan pengertian
tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan
perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara
dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Sedangkan
Ginanjar Kartasasmita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu
sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang
dilakukan secara terencana”.
Pada awal pemikiran tentang pembangunan
sering ditemukan adanya pemikiran yang mengidentikan pembangunan dengan
perkembangan, pembangunan dengan modernisasi dan industrialisasi, bahkan
pembangunan dengan westernisasi. Seluruh pemikiran tersebut didasarkan pada
aspek perubahan, di mana pembangunan, perkembangan, dan modernisasi serta
industrialisasi, secara keseluruhan mengandung unsur perubahan. Namun begitu,
keempat hal tersebut mempunyai perbedaan yang cukup prinsipil, karena
masing-masing mempunyai latar belakang, azas dan hakikat yang berbeda serta
prinsip kontinuitas yang berbeda pula, meskipun semuanya merupakan bentuk yang
merefleksikan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Pembangunan (development) adalah
proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi,
infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya
(Alexander 1994). Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai
transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan
yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Menurut Deddy T. Tikson (2005) bahwa
pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial
dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang
diinginkan. Transformasi dalam struktur ekonomi, misalnya, dapat dilihat
melalui peningkatan atau pertumbuhan produksi yang cepat di sektor industri dan
jasa, sehingga kontribusinya terhadap pendapatan nasional semakin besar.
Sebaliknya, kontribusi sektor pertanian akan menjadi semakin kecil dan
berbanding terbalik dengan pertumbuhan industrialisasi dan modernisasi ekonomi.
Transformasi sosial dapat dilihat melalui pendistribusian kemakmuran melalui
pemerataan memperoleh akses terhadap sumber daya sosial-ekonomi, seperti
pendidikan, kesehatan, perumahan, air bersih,fasilitas rekreasi, dan partisipasi
dalam proses pembuatan keputusan politik. Sedangkan transformasi budaya sering
dikaitkan, antara lain, dengan bangkitnya semangat kebangsaan dan
nasionalisme, disamping adanya perubahan nilai dan norma yang dianut
masyarakat, seperti perubahan dan spiritualisme ke materialisme/sekularisme.
Pergeseran dari penilaian yang tinggi kepada penguasaan materi, dari
kelembagaan tradisional menjadi organisasi modern dan rasional.
Dengan demikian, proses pembangunan terjadi
di semua aspek kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang
berlangsung pada level makro (nasional) dan mikro (commuinity/group).
Makna penting dari pembangunan adalah adanya kemajuan/perbaikan (progress),
pertumbuhan dan diversifikasi.
Sebagaimana dikemukakan oleh para para ahli di atas, pembangunanadalah sumua proses
perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana.
Sedangkan perkembangan adalah proses
perubahan yang terjadi secara alami sebagai dampak dari adanya pembangunan
(Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Dengan semakin meningkatnya kompleksitas
kehidupan masyarakat yang menyangkut berbagai aspek, pemikiran tentang
modernisasi pun tidak lagi hanya mencakup bidang ekonomi dan industri,
melainkan telah merambah ke seluruh aspek yang dapat mempengaruhi kehidupan
masyarakat.
Oleh karena itu, modernisasi diartikan sebagai
proses trasformasi
dan perubahan dalam masyarakat yang meliputi segala aspeknya, baik ekonomi,
industri, sosial, budaya, dan sebagainya.
Oleh karena dalam proses modernisasi itu
terjadi suatu proses perubahan yang mengarah pada perbaikan, para ahli
manajemen pembangunan menganggapnya sebagai suatu proses pembangunan di mana
terjadi proses perubahan dari kehidupan tradisional menjadi modern, yang pada
awal mulanya ditandai dengan adanya penggunaan alat-alat modern, menggantikan
alat-alat yang tradisional.
Selanjutnya seiring dengan perkembangan
ilmu pengetahuan, termasuk ilmu-ilmu sosial, para Ahli manajemen pembangunan
terus berupaya untuk menggali konsep-konsep pembangunan secara ilmiah. Secara
sederhana pembangunan sering diartikan sebagai suatu upaya untuk melakukan
perubahan menjadi lebih baik. Karena perubahan yang dimaksud adalah menuju arah
peningkatan dari keadaan semula, tidak jarang pula ada yang mengasumsikan
bahwa pembangunan adalah juga pertumbuhan. Seiring dengan perkembangannya
hingga saat ini belum ditemukan adanya suatu kesepakatan
yang dapat menolak asumsi tersebut. Akan tetapi untuk dapat membedakan keduanya
tanpa harus memisahkan secara tegas batasannya, Siagian (1983) dalam bukunya
Administrasi Pembangunan mengemukakan, “Pembangunan sebagai suatu perubahan,
mewujudkan suatu kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik
dari kondisi sekarang, sedangkan pembangunan sebagai suatu pertumbuhan
menunjukkan kemampuan suatu kelompok untuk terus berkembang, baik secara kualitatif
maupun kuantitatif dan merupakan sesuatu yang mutlak harus terjadi dalam
pembangunan.”
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada dasarnya pembangunan tidak
dapat dipisahkan dari pertumbuhan, dalam arti bahwa pembangunan dapat
menyebabkan terjadinya pertumbuhan dan pertumbuhan akan terjadi sebagai akibat
adanya pembangunan. Dalam hal ini pertumbuhan dapat berupa pengembangan/perluasan
(expansion) atau peningkatan (improvement) dari aktivitas
yang dilakukan oleh suatu komunitas masyarakat.
1.
Evolusi dan Pergeseran Makna Pembangunan
Secara
tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestic Productatau Produk
Domestik Bruto suatu negara. Untuk daerah, makna pembangunan yang tradisional
difokuskan pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
suatu provinsi, kabupaten, atau kota (Kuncoro, 2004).Namun, muncul kemudian
sebuah alternatif definisi pembangunan ekonomi menekankan pada peningkatan income per capita(pendapatan per
kapita). Definisi ini
menekankan pada kemampuan suatu negara untuk meningkatkan output yang dapat
melebihi pertumbuhan penduduk. Definisi pembangunan tradisional
sering dikaitkan dengan sebuah strategi mengubah struktur suatu negara atau
sering kita kenal dengan industrialisasi.Kontribusi mulai digantikan dengan
kontribusi industri.Definisi yang cenderung melihat segi kuantitatif
pembangunan ini dipandang perlu menengok indikator-indikator sosial yang ada
(Kuncoro, 2004).
Paradigma pembangunan modern memandang suatu pola
yang berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional.Pertanyaan
beranjak dari benarkah semua indikator ekonomi memberikan gambaran kemakmuran.
Beberapa ekonom modern mulai mengedepankan dethronementof GNP(penurunan
tahta pertumbuhan ekonomi), pengentasan garis kemiskinan, pengangguran,
distribusi pendapatan yang semakin timpang, dan penurunan tingkat pengangguran
yang ada. Teriakan para ekonom ini membawa perubahan dalam paradigma
pembangunan menyoroti bahwa pembangunan harus dilihat sebagai suatu proses yang
multidimensional (Kuncoro, 2003).
Beberapa ahli menganjurkan bahwa pembangunan suatu daerah haruslah mencakup
tiga inti nilai (Kuncoro, 2000; Todaro, 2000):
Ketahanan (Sustenance): kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok (pangan, papan,
kesehatan, dan proteksi) untuk mempertahankan hidup.Harga diri (Self Esteem): pembangunan haruslah memanusiakan orang. Dalam arti luas pembangunan suatu
daerah haruslah meningkatkan kebanggaan sebagai manusia yang berada di daerah
itu.
Freedom from servitude: kebebasan bagi setiap individu suatu negara untuk
berpikir, berkembang, berperilaku, dan berusaha untuk berpartisipasi dalam
pembangunan.Selanjutnya, dari evolusi makna
pembangunan tersebut mengakibatkan terjadinya pergeseran makna pembangunan.
Menurut Kuncoro (2004), pada akhir dasawarsa 1960-an, banyak negara berkembang
mulai menyadari bahwa “pertumbuhan ekonomi” (economic growth) tidak
identik dengan “pembangunan ekonomi” (economic
development). Pertumbuhan ekonomi
yang tinggi, setidaknya melampaui negara-negara maju pada tahap awal
pembangunan mereka, memang dapat dicapai namun dibarengi dengan masalah-masalah
seperti pengangguran, kemiskinan di pedesaan, distribusi pendapatan yang
timpang, dan ketidakseimbangan struktural (Sjahrir, 1986).
Ini pula agaknya yang memperkuat keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi
merupakan syarat yang diperlukan (necessary) tetapi tidak mencukupi (sufficient) bagi proses pembangunan (Esmara, 1986, Meier, 1989 dalam Kuncoro, 2004).
Pertumbuhan ekonomi hanya mencatat peningkatan produksi barang dan jasa secara
nasional, sedang pembangunan berdimensi lebih luas dari sekedar peningkatan
pertumbuhan ekonomi.
Inilah yang
menandai dimulainya masa pengkajian ulang tentang arti pembangunan. Myrdal
(1968 dalam Kuncoro, 2004), misalnya mengartikan pembangunan sebagai pergerakan
ke atas dari seluruh sistem sosial. Ada pula yang menekankan pentingnya
pertumbuhan dengan perubahan (growth with change), terutama perubahan
nilai-nilai dan kelembagaan. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi tidak lagi
memuja GNP sebagai sasaran pembangunan, namun lebih memusatkan perhatian pada
kualitas dari proses pembangunan.
Dalam praktik pembangunan di banyak negara, setidaknya pada tahap awal
pembangunan umumnya berfokus pada peningkatan produksi. Meskipun banyak varian
pemikiran, pada dasarnya kata kunci dalam pembangunan adalah pembentukan modal. Oleh karena itu, strategi pembangunan
yang dianggap paling sesuai adalah akselerasi pertumbuhan ekonomi dengan
mengundang modal asing dan melakukan industrialisasi. Peranan
sumber daya manusia (SDM) dalam strategi semacam ini hanyalah sebagai
“instrumen” atau salah satu “faktor produksi” saja. Manusia ditempatkan sebagai posisi instrumen dan bukan merupakan subyek
dari pembangunan. Titik berat pada nilai produksi dan produktivitas telah
mereduksi manusia sebagai penghambat maksimisasi kepuasan maupun maksimisasi
keuntungan.
Konsekuensinya, peningkatan kualitas SDM diarahkan dalam rangka peningkatan
produksi. Inilah yang disebut sebagai pengembangan SDM dalam kerangka production centered development(Tjokrowinoto,
1996). Bisa dipahami apabila topik pembicaraan dalam perspektif paradigma
pembangunan yang semacam itu terbatas pada masalah pendidikan, peningkatan
ketrampilan, kesehatan, link and
match, dan sebagainya. Kualitas manusia yang meningkat merupakan
prasyarat utama dalam proses produksi dan memenuhi tuntutan masyarakat
industrial. Alternatif lain dalam strategi pembangunan manusia adalah
apa yang disebut sebagai people-centered
developmentatau panting people first (Korten, 1981 dalam Kuncoro, 2004). Artinya, manusia
(rakyat) merupakan tujuan utama dari pembangunan, dan kehendak serta kapasitas
manusia merupakan sumber daya yang paling penting Dimensi pembangunan yang
semacam ini jelas lebih luas daripada sekedar membentuk manusia profesional dan
trampil sehingga bermanfaat dalam proses produksi. Penempatan manusia sebagai subyek
pembangunan menekankan pada pentingnya pemberdayaan (empowerment)
manusia,
yaitu kemampuan manusia untuk mengaktualisasikan segala potensinya.
Sejarah mencatat munculnya
paradigma baru dalam pembangunan seperti pertumbuhan dengan distribusi,
kebutuhan pokok (basic needs) pembangunan
mandiri (self-reliant development), pembangunan berkelanjutan dengan
perhatian terhadap alam (ecodevelopment), pembangunan
yang memperhatikan ketimpangan pendapatan menurut etnis (ethnodevelomment)(Kuncoro,
2003). paradigma ini secara ringkas dapat dirangkum sebagai
berikut:
Para proponen strategi
“pertumbuhan dengan distribusi”, atau “redistribusi dari pertumbuhan”, pada
hakekatnya menganjurkan agar tidak hanya memusatkan perhatian pada pertumbuhan
ekonomi (memperbesar “kue” pembangunan) namun juga mempertimbangkan bagaimana
distribusi “kue” pembangunan tersebut. lni bisa diwujudkan dengan kombinasi
strategi seperti peningkatan kesempatan kerja, investasi modal manusia,
perhatian pada petani kecil, sektor informal dan pengusaha ekonomi lemah.
Strategi pemenuhan kebutuhan pokok dengan demikian
telah mencoba memasukkan semacam “jaminan” agar setiap kelompok sosial yang
paling lemah mendapat manfaat dari setiap program pembangunan.Pembangunan
“mandiri” telah muncul sebagai kunsep strategis dalam forum internasional
sebelum kunsep “Tata Ekonomi Dunia Baru” (NIEO) lahir dan menawarkan anjuran
kerja sama yang menarik dibanding menarik diri dari percaturan global.
Pentingnya strategi ecodevelopment, yang intinya
mengatakan bahwa masyarakat dan ekosistem di suatu daerah harus berkembang
bersama-sama menuju produktivitas dan pemenuhan kebutuhan yang lebih tinggi;
namun yang paling utama adalah, strategi pembangunan ini harus berkelanjutan
baik dari sisi ekologi maupun sosial.
Sejauh ini baru Malaysia yang
secara terbuka memasukkan konsep ecodevelopment dalam formulasi Kebijaksanaan Ekonomi Baru-nya (NEP). NEP
dirancang dan digunakan untuk menjamin agar buah pembangunan dapat dirasakan
kepada semua warga negara secara adil, baik ia dari komunitas Cina, India, dan
masyarakat pribumi Malaysia (Faaland, Parkinson, & Saniman, 1990 dalam
Kuncoro, 2004).
2. Indikator
Pengukuran Keberhasilan Pembangunan
Penggunaan indicator dan variable
pembangunan bisa berbeda untuk setiap Negara. Di Negara-negara yang masih
miskin, ukuran kemajuan dan pembangunan mungkin masih sekitar
kebutuhan-kebutuhan dasar seperti listrik masuk desa, layanan kesehatan
pedesaan, dan harga makanan pokok yang rendah. Sebaliknya, di Negara-negsara
yang telah dapat memenuhi kebutuhan tersebut, indicator pembangunan akan
bergeser kepada factor-faktor sekunder dan tersier (Tikson, 2005).
Sejumlah indicator ekonomi yang dapat
digunakan oleh lembaga-lembaga internasional antara lain pendapatan perkapita
(GNP atau PDB), struktur perekonomin, urbanisasi, dan jumlah tabungan.
Disamping itu terdapat pula dua indicator lainnya yang menunjukkan kemajuan
pembangunan sosial ekonomi suatu bangsa atau daerah yaitu Indeks Kualitas Hidup
(IKH atau PQLI) dan Indeks Pembangunan Manusia (HDI). Berikut ini, akan
disajikan ringkasan Deddy T. Tikson (2005) terhadap kelima indicator tersebut :
a)
Pendapatan perkapita
Pendapatan per kapita, baik dalam ukuran GNP maupun PDB merupakan salah
satu indikaor makro-ekonomi yang telah lama digunakan untuk mengukur
pertumbuhan ekonomi. Dalam perspektif makroekonomi, indikator ini merupakan
bagian kesejahteraan manusia yang dapat diukur, sehingga dapat menggambarkan
kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Tampaknya pendapatan per kapita telah
menjadi indikator makroekonomi yang tidak bisa diabaikan, walaupun memiliki
beberapa kelemahan. Sehingga pertumbuhan pendapatan nasional, selama ini, telah
dijadikan tujuan pembangunan di negara-negara dunia ketiga. Seolah-olah ada
asumsi bahwa kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat secara otomatis
ditunjukkan oleh adanya peningkatan pendapatan nasional (pertumbuhan ekonomi).
Walaupun demikian, beberapa ahli menganggap penggunaan indikator ini
mengabaikan pola distribusi pendapatan nasional. Indikator ini tidak mengukur
distribusi pendapatan dan pemerataan kesejahteraan, termasuk pemerataan akses
terhadap sumber daya ekonomi.
b)
Struktur ekonomi
Telah menjadi asumsi bahwa peningkatan pendapatan per kapita akan
mencerminkan transformasi struktural dalam bidang ekonomi dan kelas-kelas
sosial. Dengan adanya perkembangan ekonomi dan peningkatan per kapita,
konstribusi sektor manupaktur/industri dan jasa terhadap pendapatan nasional
akan meningkat terus. Perkembangan sektor industri dan perbaikan tingkat upah
akan meningkatkan permintaan atas barang-barang industri, yang akan diikuti
oleh perkembangan investasi dan perluasan tenaga kerja. Di lain pihak ,
kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan nasional akan semakin menurun.
c) Urbanisasi
Urbanisasi dapat diartikan sebagai meningkatnya proporsi penduduk yang
bermukim di wilayah perkotaan dibandingkan dengan di pedesaan. Urbanisasi
dikatakan tidak terjadi apabila pertumbuhan penduduk di wilayah urban sama
dengan nol. Sesuai dengan pengalaman
industrialisasi di negara-negara eropa Barat dan Amerika Utara, proporsi
penduduk di wilayah urban berbanding lurus dengn proporsi industrialisasi. Ini
berarti bahwa kecepatan urbanisasi akan semakin tinggi sesuai dengan cepatnya
proses industrialisasi.
Di Negara-negara industri,
sebagain besar penduduk tinggal di wilayah perkotaan, sedangkan di
Negara-negara yang sedang berkembang proporsi terbesar tinggal di wilayah
pedesaan.Berdasarkan fenomena ini, urbanisasi digunakan sebagai salah satu
indicator pembangunan.
d)
Angka Tabungan
Perkembangan sektor manufaktur/industri selama tahap
industrialisasi memerlukan investasi dan modal. Finansial capital merupakan
factor utama dalam proses industrialisasi dalam sebuah masyarakat, sebagaimana
terjadi di Inggeris pada umumnya Eropa pada awal pertumbuhan kapitalisme yang
disusul oleh revolusi industri. Dalam masyarakat yang memiliki produktivitas
tinggi, modal usaha ini dapat dihimpun melalui tabungan, baik swasta maupun
pemerintah.
e)
Indeks Kualitas Hidup
IKH atau Physical Qualty of
life Index (PQLI) digunakan untuk mengukur kesejahteraan dan kemakmuran
masyarakat.Indeks ini dibuat indicator makroekonomi tidak dapat memberikan
gambaran tentang kesejahteraan masyarakat dalam mengukur keberhasilan ekonomi.Misalnya, pendapatan nasional sebuah
bangsa dapat tumbuh terus, tetapi tanpa diikuti oleh peningkatan kesejahteraan
sosial. Indeks ini dihitung berdasarkan kepada (1) angka rata-rata harapan
hidup pada umur satu tahun, (2) angka kematian bayi, dan (3) angka melek huruf.
Dalam indeks ini, angka rata-rata harapan hidup dan kematian b yi akan dapat
menggambarkan status gizi anak dan ibu, derajat kesehatan, dan lingkungan
keluarga yang langsung beasosiasi dengan kesejahteraan keluarga. Pendidikan
yang diukur dengan angka melek huruf, dapat menggambarkan jumlah orang yang
memperoleh akses pendidikan sebagai hasil pembangunan. Variabel ini
menggambarkan kesejahteraan masyarakat, karena tingginya status ekonomi
keluarga akan mempengaruhi status pendidikan para anggotanya. Oleh para
pembuatnya, indeks ini dianggap sebagai yang paling baik untuk mengukur
kualitas manusia sebagai hasil dari pembangunan, disamping pendapatan per
kapita sebagai ukuran kuantitas manusia.
f)
Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index)
The United Nations Development Program (UNDP) telah membuat indicator pembangunan yang lain,
sebagai tambahan untuk beberapa indicator yang telah ada. Ide dasar yang
melandasi dibuatnya indeks ini adalah pentingnya memperhatikan kualitas sumber
daya manusia. Menurut UNDP, pembangunan hendaknya ditujukan kepada pengembangan
sumberdaya manusia. Dalam pemahaman ini, pembangunan dapat diartikan sebagai
sebuah proses yang bertujuan m ngembangkan pilihan-pilihan yang dapat dilakukan
oleh manusia. Hal ini didasari oleh asumsi bahwa peningkatan kualitas
sumberdaya manusia akan diikuti oleh terbukanya berbagai pilihan dan peluang
menentukan jalan hidup manusia secara bebas.
Pertumbuhan ekonomi dianggap sebagai factor
penting dalam kehidupan manusia, tetapi tidak secara otomatis akan mempengaruhi
peningkatan martabat dan harkat manusia. Dalam hubungan ini, ada tiga komponen
yang dianggap paling menentukan dalam pembangunan, umur panjang dan sehat,
perolehan dan pengembangan pengetahuan, dan peningkatan terhadap akses untuk
kehidupan yang lebih baik. Indeks ini dibuat dengagn mengkombinasikan tiga
komponen, (1) rata-rata harapan hidup pada saat lahir, (2) rata-rata pencapaian
pendidikan tingkat SD, SMP, dan SMU, (3) pendapatan per kapita yang dihitung
berdasarkan Purchasing Power Parity. Pengembangan manusia berkaitan
erat dengan peningkatan kapabilitas manusia yang dapat dirangkum dalam
peningkatan knowledge, attitude dan skills, disamping derajat
kesehatan seluruh anggota keluarga dan lingkungannya.
B.
PERUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan hal-hal yang diuraikan dalam latar belakang di atas, maka
dapatlah dirumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut :
“Bagaimana
Peran Camat dalam Pelaksanaan Pembangunan di Kecamatan Alama kabupaten Mimika”
C.
TUJUAN
DAN PENULISAN
Sesuai dengan rumusan masalah penulisan, maka tujuan penulisan ini adalah: Untuk mengetahui Peran Camat dalam pelaksanaan
pembangunan di Kecamatan Alama Kabupaten Mimika
D.
MANFAAT
PENULISAN
Manfaat ilmiah yaitu untuk memperkaya khasanah ilmu pemerintahan
khususnya Studi Pemerintahan.
Manfaat praktis, yaitu diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi
Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Kelurahan serta Masyarakat, khususnya di
Kecamatan
BAB II
KERANGKA KONSEPTUAL
A.
KONSEP
PERAN
Secara Estimologis kata peran artinya: pemain sandiwara, tukang lawak.
Kata “Peran”biasanya diberi akhiran “an” maka menjadi “peranan” yang artinya
sesuatu yang memegang pimpinan terutama atau karena hal atau peristiwa,
Poerwadarminta W.J.S (1993:735).Dengan demikian kata “peran” berarti sesuatu
berupa orang, benda atau barang yang memegang pimpinan atau karena sesuatu hal
atau peristiwa.
Jack C. Plano (1994: 20), mengemukakan bahwa peranan atau “Role: yaitu
seperangkat perilaku yangdiharapkan dari seseorang yang menduduki posisi
tertentu dalam suatu kelompok sosial.
Friedman, MPeran adalah
serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara
formal maupun secara informal. Peran didasarkan pada preskripsi (
ketentuan ) dan harapan peran yang menerangkan apa
yang individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat
memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut
peran-peran tersebut. ( Friedman, M, 1998 : 286)
SOEKANTO (1990:268)Peran adalah aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia
menjalankan suatu peran
R. LINTON Peran adalah the dynamic aspect
of status. Dengan kata lain, seseorang menjalankan perannya sesuai hak dan
kewajibannya
MERTON Pelengkap hubungan peran yang
dimiliki seseorang karena meduduki status sosial tertentu
KING Peran merupakan seperangkat perilaku
yang diharapkan dari orang yang memiliki posisi dalam sistem social
PALAN Peran adalah merujuk pada hal yang
harus dijalankan seseorang di dalam sebuah tim
ALO LILIWERI Peran adalah sebuah harapan
budaya terhadap suatu posisi atau kedudukan
PAULA J. CHRISTENSEN & JANET W. KENNEY Peran adalah pola perilaku yang ditetapkan saat anggota keluarga
berinteraksi dengan anggota lainnya
DONNA L. WONG Peran adalah kreasi budaya, oleh karena
itu budaya menentukan pola perilaku seseorang dalam berbagai posisi sosial
SRI SAPTINA H, DWI NUGROHO dan ARIS SUTARDI Peran adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sesuai dengan status
yang disandangnya
B.
KONSEP
CAMAT
Menurut Bayu Suryaningrat (1981) Camat adalah seseorang yang
mengepalai dan membina suatu wilayah yang
biasanya terdiri dari beberapa desa atau kelurahan. Camat juga seorang
eksekutif yaitu seorang pelaksana tugas pemerintahan, seperti salah satu tugas
dan fungsinya sebagai kepala wilayah Kecamatan yaitu pengendalian pembangunan.
Di samping itu juga Camat menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 19 tahun 2008 tentang Kecamatan dalam Bab IV menyebutkan bahwa:
1. Kecamatan
dibentuk di Wilayah Kabupaten/Kota dengan Perda berpedoman pada Peraturan
Pemerintah.
2. Kecamatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Camat yang dalam pelaksanaan
tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang Bupati atau Walikota untuk
menanganisebagian urusan otonomi daerah
3. Selain tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) Camat juga menyelenggarakan tugas umum pemerintah meliputi:
a) Mengkoordinasikan kegiatan
pemberdayaan masyarakat
b) Mengkoordinasikan upaya
penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum
c) Mengkoordinasikan penerapan dan
penegakan peraturan perundang-undangan;
d) Mengkoordinasikan pemeliharaan
prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
e) Mengkoordinasikan penyelenggaraan
kegiatan pemerintah di tingkat Kecamatan
f) Membina penyelenggaraan
pemerintah Desa dan/atau Kelurahan.
g) Melaksanakan pelayanan masyarakat
yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan
Pemerintah Desa atau Kelurahan,
4. Kepala kecamatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diangkat oleh Bupati/Walikota atau usul Sekretaris
Daerah Kabupaten/Kota dri Pegawai Negeri Sipil yang menguasai pengetahuan
teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
5. Camat dalam hal menjalankan
tugas-tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) divantu oleh
perangkat Kecamatan dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui
sekretaris Daerah Kabupaten atau Kota;
6. Perangkat Kecamatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) bertanggung jawab kepada Camat;
7. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) ditetapkan dengan
peraturan Bupati atau Walikota dengan berpedoman pada.
C.
KONSEP
PEMBANGUNAN
Terdapat banyak aspek dan masalah yang diketahui termasuk ke dalam
pembangunan, sehingga pembangunan tidak dapat dilihat dari satu sudut pandang.
Hal ini menyebabkan kesulitan dalam mendefinisikan pembangunan, terutama bukan
karena orang tidak faham yang dimaksud dengan pembangunan itu, tapi justru
karena ruang lingkup pembangunan tersebut begitu banyak, sehingga hampir tidak
mungkin untuk menyatukan semuanya menjadi suatu bentuk rumusan sederhana
sebagai suatu definisi yang komplit: “Inilah dia pembangunan itu.”
Menurut Soetomo (2008),
pembangunan sebagai proses perubahan dapat dipahami dan dijelaskan dengan cara
yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat dalam hal sumber atau faktor
yang mendorong perubahan tadi, misalnya yang ditempatkan dalam posisi lebih
dominan, sumber perubahan internal atau eksternal. Disamping itu, sebagai
proses perubahan juga dapat dilihat dari intensitas atau fundamental tidaknya
perubahan yang diharapkan, melalui transformasi struktural ataukah tidak.
Sebagai proses mobilisasi sumberdaya juga dapat dilihat pandangan dan
penjelasan yang berbeda, misalnya pihak yang diberi kewenangan dalam
pengelolaannya diantara tiga stakeholders pembangunan, yaitu negara,
masyarakat, dan swasta. Perbedaan pandangan juga menyangkut level pengelolaan
sumber daya tersebut, tingkat lokal, regional, atau nasional. Perspektif yang
berbeda juga dapat menyebabkan pemberian perhatian yang berbeda terhadap sumber
daya yang ada. Perspektif tertentu lebih memberikan perhatian pada sumber daya
alam dan sumber daya manusia, sedangkan perspektif yang lain disamping kedua
jenis sumber daya tersebut juga mencoba menggali, mengembangkan dan
mendayagunakan sumber daya sosial yang sering disebut juga dengan modal
sosial atau energi sosial. Bahkan dalam masing-masing perspektif yang
bersikap terhadap sumber daya manusia juga dapat dijumpai pandangan dan
perlakuan yang berbeda. Disatu pihak dijumpai perspektif yang melihatnya
sebagai sekedar objek yang sama dengan sumber daya alam yang dapat digerakkan
dan dimanfaatkan untuk mencapai tujuan pembangunan, dan dilain pihak melihatnya
sebagai aktor atau pelaku dari proses pembangunan itu sendiri.
Pengertian pembangunan harus dilihat secara dinamis, bukan dilihat
sebagai konsep statis yang selama ini sering kita anggap sebagai suatu
kesalahan yang wajar. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu orientasi dan
kegiatan usaha yang tanpa akhir. ”Development is not a static concept. It is
continuously changing“, artinya juga bisa dikatakan bahwa pembangunan itu
sebagai “never ending goal”. Proses pembangunan sebenarnya adalah
merupakan suatu perubahan sosial budaya. Pembangunan supaya menjadi suatu
proses yang dapat bergerak maju atas kekuatan sendiri (self sustaining proces)
tergantung kepada manusia dan struktur sosialnya. Jadi bukan hanya yang
dikonsepsikan sebagai usaha pemerintah belaka. Pembangunan tergantung dari
suatu “innerwill”, dan proses emansipasi diri, dan suatu partisipasi
kreatif dalam proses pembangunan hanya menjadi mungkin karena proses
pendewasaan (Tjokroamidjoja dan Mustapadijaja dalam Nawawi, 2009). Berikut beberapa definisi
pembangunan menurut para ahli :
1. Pembangunan
merupakan proses untuk melakukan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi
Bratakusumah, 2005).
2. Siagian
(1994) memberikan
pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha
pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu
bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa
(nation building)”.
3. Ginanjar Kartasasmita (1994)
memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses
perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara
terencana”.
4. Pembangunan (development)
adalah proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik,
ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan
budaya (Alexander 1994).
5. Portes
(1976)
mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya.
Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki
berbagai aspek kehidupan masyarakat.
6. Amartya Sen (pemenang hadial
Nobel untuk Ekonomi tahun 1998 mengatakan Pembangunan pada hakikatnya adalah
Pembebasan dari tirani, kurangnya kesempatan ekonomi, deprivasi sosial secara
sistematik, kurangnya prasarana publik dan ketidaktoleransi atau ‘overactivity’
negara-negara yang represif.
Pada awal pemikiran tentang pembangunan sering
ditemukan adanya pemikiran yang mengidentikan pembangunan dengan perkembangan,
pembangunan dengan modernisasi dan industrialisasi, bahkan pembangunan dengan
westernisasi.Seluruh pemikiran tersebut didasarkan pada aspek perubahan, di
mana pembangunan, perkembangan, dan modernisasi serta industrialisasi, secara
keseluruhan mengandung unsur perubahan.
Namun begitu, keempat hal tersebut mempunyai
perbedaan yang cukup prinsipil, karena masing-masing mempunyai latar belakang,
azas dan hakikat yang berbeda serta prinsip kontinuitas yang berbeda pula,
meskipun semuanya merupakan bentuk yang merefleksikan perubahan (Riyadi dan
Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Makna penting dari pembangunan adalah adanya
kemajuan/perbaikan (progress), pertumbuhan dan diversifikasi.Secara
sederhana pembangunan sering diartikan sebagai suatu upaya untuk melakukan
perubahan menjadi lebih baik.Karena perubahan yang dimaksud adalah menuju arah
peningkatan dari keadaan semula, tidak jarang pula ada yang mengasumsikan
bahwa pembangunan adalah juga pertumbuhan.Seiring dengan perkembangannya
hingga saat ini belum ditemukan adanya suatu kesepakatan yang dapat menolak
asumsi tersebut. Akan tetapi untuk dapat membedakan keduanya tanpa harus
memisahkan secara tegas batasannya, Siagian
(1983) dalam bukunya Administrasi Pembangunan mengemukakan, “Pembangunan
sebagai suatu perubahan, mewujudkan suatu kondisi kehidupan bernegara dan
bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi sekarang, sedangkan pembangunan
sebagai suatu pertumbuhan menunjukkan kemampuan suatu kelompok untuk terus
berkembang, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dan merupakan sesuatu
yang mutlak harus terjadi dalam pembangunan.”
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada
dasarnya pembangunan tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan, dalam arti bahwa
pembangunan dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan dan pertumbuhan akan
terjadi sebagai akibat adanya pembangunan. Dalam hal ini pertumbuhan dapat
berupa pengembangan/perluasan (expansion) atau peningkatan (improvement)
dari aktivitas yang dilakukan oleh suatu komunitas masyarakat.
Karakteristik utama dari bidang studi
pembangunan yg multi dan inter-disiplin sejak diresmikan pada tahun 1940an,
adalah satu seri perubahan dalam Pemikiran Pembangunan.Dalam discourse bidang
keilmuan teori pembangunan identik dengan sifat perubahan yg evolusiner
daripada revolusiner. Pemikiran Pembangunan bukan saja merupakan
terjemahan teori tentang fakta tapi merupakan juga tentang nilai, aspirasi,
tujuan sosial yg pada akhirnya mencari sesuatu yg berlandaskan moral, etika dan
keadilan. Maka perubahan dalam studi pembangunan menjurus ke evolusi ide2
yang paralel daripada revolusi ide2. maka tidak heran apabila konflik,
bahasan, debat, posisi dan juga sanggahan moral tersirat dalam bahasan strategi
pembangunan dengan teori2 pembangunan yang majemuk.
Pembangunan mencakup teori dan praktek yaitu bagaimana pembangunan
seharusnya atau mungkin terjadi dan upaya riil yg dilakukan utk menerapkan
berbagai aspek pembangunan dalam praktek. Pembangunan mempunyai pengertian
dinamis, maka tidak boleh dilihat dari konsep yang statis.Pembangunan juga
mengandung orientasi dan kegiatan yang tanpa akhir.
Proses pembangunan
merupakan suatu perubahan sosial budaya. Pembangunan menunjukkan terjadinya
suatu proses maju berdasarkan kekuatan sendiri, tergantung kepada manusia dan
struktur sosialnya. Pembangunan tidak bersifat top-down, tetapi tergantung
dengan “innerwill”, proses emansipasi diri. Dengan demikian, partisipasi aktif
dan kreatif dalam proses pembangunan hanya mungkin bila terjadi karena proses
pendewasaan.
D.
KONSEP
KECAMATAN
Wilayah kecamatan mempunyai batas-batas tertentu, wilayah ini ditempati
oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
organisasi pemerintahan dibawah Kabupaten yang tidak berhak menyelenggarakan
rumah tangganya sendiri.
Menurut UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah pada pasal
126:
1. Kecamatan
dibentuk di wilayah Kabupaten/Kota dengan Perda berpedoman pada
peraturanpemerintah.
2. Kecamatan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) dipimpin oleh camat yang
dalampelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang Bupati atau
Walikota untuk menangani sebagian urusan Otonomi Daerah.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
JENIS
PENELITIAN
Sebagai suatu karya ilmiah, maka adanya keteraturan jalan pemikiran
agar kemampuanberpikir itu tertata pada suatu jalur yang baik, maka dibutuhkan
suatu metodologi.Menurut W. J. S Poerwadarminta (1993: 649), menjelaskan bahwa
metode adalah cara yangteratur dapat terpikir baik-baik untuk mencapai suatu
maksud. Jadi pada dasarnya dalam menguraikan suatu maksud tertentu, perlu ada
cara atau jalan yang jelas dan teratur, terarah melalui daya pikir yang logis juga.
Berangkat dari rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka jenis
penelitian ini adalahdeskriptif kualitatif. Menurut Sugiyono (2001: 17) penelitian
deskriptif yaitu jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian suatu
keadaan pada objek yang diteliti. Data yang terkumpul akan dianallisa secara
kualitatif. Dimana peneliti mendeskripsikan apa yang dilihat, didengar,
dirasakan dan dinyatakan.
B.
VARIABEL
PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
Sesuai dengan judul serta rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka
variabel yangditeliti adalah: variabel peran camat dalam pembangunan kecamatan
sebagai variabel terikat.Variabel bebas peran pembangunan dimaksudkan adalah
kesatuan usaha atau kesatuan tindakan yang berkaitan dengan program pembangunan
kecamatan (baik dalam perencanaan maupun implementasinya) yang dilaksanakan
oleh instansi-instansi pemerintah ditingkat kecamatan baik vertikal maupun horizontal
atau dinas-dinas daerah yang langsung bekerjasama dengan camat sebagai kepala
wilayah atau administrator pemerintahan dan pembangunan diwilayah
kecamatan.Variabel terikat, keberhasilan pembangunan kecamatan dimaksudkan
adalah tercapainya atauterselenggaranya program-program atau proyek-proyek
pembangunan oleh instansi-instansipemerintah (vertical maupun horizontal) itu
sendiri maupun program/proyek-proyek terpaduyang dilaksanakan bersama oleh
instansi yang ada maupun juga program-program yangdilaksanakan bersama oleh
instansi pemerintah kecamatan yang ada dengan pemerintah.
Indikator-indikator pengukuran keberhasilan pembangunan kecamatan
tersebut diukur dari hal -hal seperti:
1. Dukungan
serta partisipasi masyarakat terhadap implementasi program pembangunan
kecamatan tersebut,
2. Terselenggaranya
program/proyek pembangunan kecamatan sesuai rencana yang telahditetapkan,
3. Tercapainya sasaran dari setiap
program terutama kemanfaatannya bagi kecamatan.
C.
LOKASI
PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Alama
Kabupaten Mimika.
D.
POPULASI
DAN SAMPEL
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian.(Arikunto S. 1997: 115).
Populasi yang ada didalam kantor kecamatan berjumlah 25 orang. Sampel adalah
sebagian dari jumlah karakteristikyang dimiliki oleh populasi tersebut
(Sugiyono 2001: 57). Sesuai dengan judul penelitian yangdiambil untuk menjadi
sampel adalah aparat pemerintah yang ada dalam kantor kecamatan Alamaberjumlah
25 orang.
E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Untuk memperoleh informasi yang sesuai dengan permasalahan
yang diteliti, digunakanteknik pengumpulan data dengan dua cara yaitu:
1. Data
sekunder atau penelitian kepustakaan
Data
yang diperoleh melalui studi pustaka yaitu langsung mengambil data dari
sejumlahbuku-buku dengan cara membaca dan mempelajari literature yang
berhubungan dengan judul penelitian ini
serta perundang-undangan yang menyangkut judul penelitian ini.
2. Data primer judul penelitian
lapangan
Data
penelitian ini dapat diperoleh dari:
a. Kuesioner atau daftar pertanyaan
yaitu teknik pengumpulan data dengan menyebarkanangket atau kuesioner kepada
mereka yang mengetahui tentang koordinasi sebagai salahsatu factor penunjang
dalam keberhasilan pembangunan kecamatan di kecamatan Alama
b. Interview atau wawancara yaitu
dengan melakukan wawancara baik wawancara bebasmaupun wawancara mendalam kepada
para informan dan responden yang dianggap tahutentang peran sebagai salah satu
faktor penunjang dalam keberhasilan pembangunankecamatan, di kecamatan Alama.
c.
Pengamatan
atau observasi yaitu dengan melakukan pengamatan langsung untukmengumpulkan
data dan informasi tentang bagaimana peran sebagai salah satu faktorpenunjang
dalam keberhasilan pembangunan kecamatan di kecamatan Alama.
F.
TEKNIK ANALISA DATA
Data yang terkumpul akan dianalisa secara kualitatif dengan dideskripsikan
sesuai dengan yang dijadikan indikator-indikator dalam penelitian ini.Sedangkan
untuk mengetahui tingkat perbandingan suatu variabel, maka dapat dilakukan
dengan bantuan perhitungan presentase (table) dengan berpatokan pada rumus
sebagai berikut:
P = F/N x 100%
Dimana:
P : Presentase
F : Frekuensi
N : Jumlah Sampel
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
A.
PERAN
CAMAT SEBAGAI PELAKSANA PEMERINTAHAN DI KECAMATAN
Administrator pemerintahan berpatokan pada petunjuk yang sudah di berikan
yakni para Kepala desa yang ada menerima pelimpahan sebagian kewenangan
pemerintahan dari camat,sehingga program kerja yang dilakukan oleh camat adalah
perlu melakukan pembinaan bagi setiap kepala-kepala desa secara terpadu beserta
aparatnya guna mendapatkan masukan dari desa yang ada dalam wilayah kecamatan
Alama.
Dari tahun ketahun dengan adanya pembinaan yang intensif yang dilakukan
oleh camat maka kelurahan yang ada di wilayah Alama turut membenahi diri bahkan setiap kali
dilakukan penataran bagi sekretaris kelurahan maka kecamatan Alama juga diikut
sertakan yakni menambah bekal pengetahuan yang berkaitan dengan administrasi
kelurahan. Pada pihak lain usaha yang dilakukan oleh pihak camat dalam kaitan
dengan penyelenggaraan pemerintahan maka ia turut bekerja sama dengan instansi
vertikal, horisontal dan non departemen, sehingga unsur tripika turut mendapat
perhatian yang sangat penting. setiap saat untuk menjamin terselenggaranya
kegiatan pemerintahan dengan baik dari berbagai instansi, maka camat selalu
melakukan rapat koordinasi.Rapat koordinasi ini sangat diperlukan guna
mendapatkan masukan dari berbagai instansi yang ada dalam wilayah Alama
sehingga setiap kali ada permasalahan yang muncul selalu dapat diselesaikan
dengan apa yang diharapkan. Penataan administrasi desa juga cukup mendapatkan
perhatian dalam program yang dilakukan oleh camat sehingga setiap kali
dilakukan lomba penataan administrasi kelurahan juga mendorong setiap staf
administrasi yang ada di desa guna mengintensiifkan pelaksanaan administrasi.
Selain itu para staf administrasi desa diupayakan untuk melakukan studi
banding dengan Desa lainnya yang sudah berhasil dengan baik dalam wilayah Alama
maupun kecamatan lainnya.
Gambaran peran camat sebagai pelaku tugas-tugas pemerintahan di
kecamatan Alama dapat dilihat pada tabel 11 berikut ini:
Tabel 11
Peranan Camat sebagai Pelaksana Pemerintahandi Kecamatan Alama
Kategori
|
Frekuensi
|
Prosentase
|
Baik
Cukup baik
Kurang baik
|
15
8
2
|
60,00
32,00
8
|
|
25
|
100
|
Dari
gambaran data diatas maka peran camat sebagai pelaku tugas–tugas pemerintahan
diwilayah Tikala ternyata dari 25 responden yang di wawancarai menyatakan :15
orang atau 60,00 % peranan camat itu baik, sementara 8 orang atau 32,00 %
menyatakan bahwa peranan camat terhadap penyelenggaraan pemerintahan cukup
baik, sedangkan sisanya 2 orang atau 8 % menyatakan peranan camat kurang
baik.Kesimpulan yang dapat di tarik dari data tersebut di atas ternyata camat
memiliki kemampuan yang cukup baik dalam menyelenggarakan tugas-tugas
pemerintahan.
B.
PERAN
CAMAT SEBAGAI PELAKSANA TUGAS-TUGAS PEMBANGUNAN
Salah satu usaha yang masuk dalam penyelenggaraan program yang
dilakukan oleh camat adalah menyangkut program pembangunan yaitu pembangunan
fisik dan pembangunan non fisik.Sebab camat memiliki peranan yang penting
sebagai administrator di bidang pembangunan, antara lain pengarahan usaha dan
untuk mensukseskan pelaksanaan pembangunan guna membantu kelancaran dan
keberhasilan proyek-proyek pemerintah yang dilaksanakan diwilayah
kecamatan.pengawasan atas perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta
penggalian sumber- sumberpendapatan daerah secara resmi yang sah untuk
menunjang pembangunan daerah.
Menyangkut penggalian sumber-sumber kekayaan juga turut menjadi target
program camatdengan mengintensifkan semua potensi yang ada di tiap-tiap
kelurahan, sehingga di harapkan akan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Gambaran sejauh mana peran camat sebagai pelaku tugas-tugas pembangunan maka
akan di lihat pada tabel berikut ini:
Tabel 12
Peran Camat Sebagai Pelaku Tugas Pembangunan
Kategori
|
Frekuensi
|
Prosentase
|
Baik
Cukup baik
Kurang baik
|
6
18
1
|
24
72
4
|
|
75
|
100
|
Kesimpulan
yang dapat di ambil dari data tersebut di atas ternyata camat memiliki
peranyang cukup baik sebagai pelaku tugas-tugas pembangunan.
C.
PERAN
CAMAT DALAM MENGGERAKKAN PARTISIPASI
MASYARAKAT
Dengan berpatokan pada apa yang menjadi wujud nyata dari tugas yang
dilakukan olehseorang camat, maka tentunya akan menggerakkan partisipasi
masyarakat dalam pembangunan.Sebab tanpa adanya partisipasi masyarakat dalam
pembangunan maka segala apa yangdicanangkan oleh camat tentu tidak akan
berhasil dengan sebaik-baiknya.Walaupun secara teoritis camat memiliki
kewibawaan yang tinggi di dalam masyarakat, tetapipada kenyataannya pelaksanaan
tugas yang di emban kepadanya tanpa adanya dukungan darimasyarakat, maka tugas
yang dilaksanakan kepadanya akan selalu terbengkalai. Sehinggakeberhasilan
pembangunan juga akan ditentukan oleh kemampuan camat. Di satu pihak
perlumendapatkan dukungan. Dipihak lain, yakni para masyarakat perlu memberikan
partisipasi secaranyata.Gambaran bagaimana partisipasi masyarakat dalam
pembangunan akan dilihat pada table berikut ini:
Tabel 13
Peranan Camat Dalam MenggerakkanPartisipasi Masyarakat
Kategori
|
Frekuensi
|
Prosentase
|
Baik
Cukup baik
Kurang baik
|
13
10
2
|
52 0/0
40 0/0
8 0/0
|
|
25
|
100
|
Dari gambaran data diatas dapat disimpulkan bahwa peranan camat dalam
menggerakkanmasyarakat adalah baik namun penulis teliti lebih lanjut bentuk
partisipasi yang paling besar dalam pembangunan adalah tenaga. Tapi pada
kenyataannya juga masyarakat sudah menyadari bahwa partisipasi untuk
menyalurkan pendapat, termasuk ide, buah pikiran termasuk pengambilan keputusan
serta partisipasi harta benda mendapat perhatian yang sangat penting.
D.
KINERJA
APARATUR KECAMATAN
Untuk mengetahui kinerja aparatur kecamatan penulis membuat daftar
pertanyaan kepadaresponden untuk mengukur tentang kinerja aparatur kecamatan,
dimana pertanyaan itu adalah : apakah pemerintah mempunyai kemampuan menyusun
perencanaan pembangunan/kegiatan tertentu dalam desa terdiri kemampuan untuk
menggali, menggerakkan dan memadukan berbagai sumber potensi yang merupakan
masukan dari lingkungan guna mendukung pelaksanaan tugas-tugas pemerintah dari
pembangunan masyarakat di desa, dan apakah pemerintah mampu menjamin
terlaksananya pelayanan kepada masyarakat sesuai tuntutan masyarakat? Sejauh
mana tingkat kinerja aparatur desa dan kecamatan dalam wilayah Kecamatan Alama
sesuai dengan hasil analisis dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 14
Kinerja Aparatur Pemerintahdi Kecamatan Alama
Kategori
|
Frekuensi
|
Prosentase
|
Baik
Cukup baik
Kurang Baik
|
20
5
0
|
80 0/0
20 0/0
0
|
|
75
|
100
|
Dari data pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa rata-rata kinerja
apara,Kecamatandapat
dikatakan sudah baik yakni 20 responden atau 80 % tergategori baik, sementara
sisanya sebanyak 5 responden atau 20 % terkategori sedang.Kesimpulan yang dapat
ditarik dari data tersebut diatas ternyata kinerja aparatur Kecamatan sudah
memiliki kemampuan yang baik atau tinggi dalam penyelenggaraan program
pemerintah.
E.
PERAN
CAMAT TERHADAP DISIPLIN APARATUR PEMERINTAH
Faktor utama dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan adalah
disiplinaparatur, agar dapat berjalan dengan baik, efektif dan efisien.
Disiplin kerja menjadi tolak ukurdalam keberhasilan penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan yang efektif, maka disiplinaparatur pemerintahan
kecamatan yang berada di Kecamatan Alama. Seperti datang ke kantor tepat waktu,
meninggalkan kantor sesuai jam yang telah ditentukan, penyelesaian tugas-tugas
tepat pada waktu yang telah ditentukan, dan lain sebagainya.
Apabila camat melaksanakan dengan baik dan benar tentang disiplin bagi
aparatnya, pastilah pelaksanaan tugas pekerjaan dapat berjalan efektif, tertib
dan lancar.Untuk mengetahui sejauh mana kataatan aparatur terhadap disiplin
kerja dalam mendukungpelaksanaan tugas camat dalam penyelenggaraan pemerintahan
di kecamatan Alama, berikut iniakan diberikan hasil penilaian responden
terhadapdisiplin aparatur Kecamatan.
Tabel 15
Peranan Camat Terhadap Disiplin Aparatur Pemerintah di Kecamatan Alama
Kategori
|
Frekuensi
|
Prosentase
|
Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
|
13
7
5
|
52 0/0
28 0/0
20 0/0
|
|
25
|
100
|
Dari gambaran diatas tentang ketaatan terhadap disiplin kerja dalam
mendukung pelaksanaantugas-tugas camat dalam penyelenggaraan pembangunan di
kecamatan Alama, ternyata dari 25responden, ada 13 responden atau 52%
menyatakan kategori tinggi, 7 responden atau 28%menyatakan sedang, dan sisanya
sekitar 5 responden atau 20% menyatakan rendah.Kesimpulan yang dapat ditarik
dari data tersebut diatas ternyata aparatur pemerintah sangattaat terhadap
peraturan yang diimplementasikan dengan disiplin waktu dan disiplin kerja
dalamaktifitasnya sehari-hari.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari bab sebelumnya, penulis dapat mengambil
beberapa kesimpulansebagai berikut :
1. Camat
adalah pelaksana tugas-tugas pembangunan sesuai hasil penelitian adalah cukup
baik,dimana dengan munculnya jawaban responden yang menyatakan bahwa Camat di
KecamatanAlama mampu menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan sehari-hari.
2. Kinerja
aparatur kecamatan dinilai sudah memiliki kemampuan yang baik hal ini dapat
dilihatdari jawaban responden yang menyatakan bahwa aparatur Pemerintah yang
ada di KecamatanAlama sudah baik, dengan alasan dapat dilayaninya semua
kepentingan masyarakat, hal ini jugasejalan dengan prinsip sebagai pelayan
masyarakat.
3. Untuk pendidikan, baik pendidikan
formal maupun pendidikan non formal yang ada pada aparat kecamatan Alama masih terkategori sedang hal ini dapat
dilihat dari penelitian dalam babSebelumnya, hanya sedikit aparat pemerintah
kecamatan Alama yang dapat menyelesaikanpendidikan sarjana atau pada jenjang
Perguruan Tinggi.
4. Dari hasil penelitian, baik
dilihat dari segi peranan Camat dalam pelaksanaan pembangunan terdapat beberapa
faktor penghambat seperti yang sudah disebutkan diatas sebelumnya, namun hal
demikian masih dapat diantisipasi oleh pemerintah lewat motivsi- motivasi yang disampaikan
secara langsung serta melalui meningkatkan efektivitas kerja setiap Aparatur
yang ada di Distrika /Camat Alama
B.
Saran
Adapun saran-saran yang dapat diberikan berkaitan dengan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Dengan
hasil penelitian ini, dimana camat mampu mengakomodir semua keperluan
masyarakat,maupun aparat yang ada di kecamatan, diharapkan agar peran yang
dimainkan oleh camat dapatlebih ditingkatkan, dalam artian mengingat masa
jabatan camat yang tidak ditentukan, sekiranyaapabila ada pergantian camat,
maka camat yang baru diharapkan dapat lebih meningkatkanprofesionalisme serta
mampu untuk mengemban tugas-tugas pemerintahan.
2. Camat
selaku pemimpin di kecamatan sekiranya dapat memberikan pembinaan
kepadabawahan, agar dapat meningkatkan kualitas bawahan yang nantinya akan
berdampak padapelaksanaan kerja dan keberhasilan kerja yang efektif dan
efisien.
3. Perlu lebih mengintensifkan
pelaksanaan tugas pemerintahan dengan memberikan bekalpengetahuan bagi aparatur
pemerintah yang ada di kelurahan seperti melakukan pembinaanadministrasi dan
perlunya menegakkan disiplin.
4. Segala bentuk kegiatan, baik
dalam bentuk dalam pelaksanaan
pembangunan, sudah boleh dikatakan berperan dan mampu, akan tetapi Camat harus terus melakukan hal-hal yang menurut
masyarakat itu baik dan dapat menyerap setiap aspirasi yang mereka sampaikan.
5. Dalam menjalankan program
pembangunan, sangat perlu untuk dapat melibatkan masyarakat, maka dengan
demikian akan tercipta suatu hubungan dan kinerja yang baik antara Camat
Kelurahan dengan masyarakat. disamping itu juga akan membuat masyarakat merasa
bertanggungjawab atas pembangunan tersebut serta akan memelihara akan hasil
pembangunan dengan sebaik-baiknya.
6. Dan hal yang terpenting untuk
perlu dilakukan oleh Camat adalah dalam
melakukan hal-hal pembinaan secara signifikan kepada masyarakat dengan jalan menanamkan kesadaran penuh kepada
mereka akan pentingnya pembangunan itu. Karena pembangunan bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat itu sendiri, sehingga dalam pikiran
setiap anggota masyarakat bahwa pembangunan adalah juga milik dari seluruh
masyarakat yang ada di dunia khususnya bagi mereka yang tinggal dan menetap di
Camat Alama.
DAFTAR PUSTAKA
Bayu Suryaningrat, 1981, Mengenal Ilmu Pemerintahan, Jakarta: Bina Aksara.
Beratha I Nyoman, 1982, Desa, Masyarakat Desa dan Pembangunan Desa, Jakarta: Ghalia.
Bintoro Tjokroamojo, 1984, Pengantar Administrasi Pembangunan, LP3ES, JakartaIndonesia.
Damanhuri, Didin S. 2010. Ekonomi Politik dan
Pembangunan: Teori, Kritik, dan Solusi bagi Indonesia dan Negara Sedang
Berkembang. Bogor: PT. Penerbit IPB Press
Jack C. Plano, 1994, Peran Pemerintah Daerah,
Jakarta, PT. Bina Aksara.
Kencana.Nugroho Iwan dan R. Dahuri, 2004, Pembangunan Wilayah Perspektif Ekonomi
Sosial danLingkungan, Pustaka LP3ES Indonesia, Anggota IKAPI.
Liang Gie, 1978, Pengertian Kependudukan dan Perincian Ilmu Administrasi, Yogyakarta, Karya
Nasution, Zulkarimen. 2004. Komunikasi
Pembangunan: Pengenalan Teori dan Penerapannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
Nawawi, Ismail. 2009. Pembangunan dan
Problema Masyarakat: Kajian, Konsep, Model, Teori, dari Aspek Ekonomi dan
Sosiologi. Surabaya: Putra Media Nusantara.
Poerwadarminta W.J.S, 1993, Peran Masyarakat Desa, Jakarta, PT.
Bina Aksara.
Proklamasi, Patriot. 2008. Karakteristik
Pembangunan.
http://patriotproklamasi.blogspot.com/2008/05/karakteristik-pembangunan.html
Siagian, S.P. 1978, Peranan Staf dalam
Manajemen, Jakarta, Gunung Agung.
1984, Administrasi Pembangunan, Jakarta,
Penerbit Gunung Agung.
Siagian, Sondang P. 2008. Administrasi
Pembangunan: Konsep, Dimensi, dan Strateginya. Jakarta: Bumi Aksara.
Soetomo. 2008. Strategi-strategi Pembangunan
Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiyono, 2001, Statistika Untuk Penelitian,
Bandung, Alfabeta.
Sujadmoko, 1971, Problem dan Proses Pembangunan Indonesia, Jakarta, Prisma.
Tjokroamidjodjo dan Mutopadidejaja A.R, 1980, Teknik Pembangunan Daerah, Yogyakarta, Karya Kencana.
Westra Pariata, 1983, Ensiklopedi Administrasi, Jakarta, Gunung Agung.
Widjaya A.W, 1991, Etika Pemerintahan,
Jakarta, Bina Aksara.
-
UU No. 22 Tahun 1999, 2001. Otonomi
DaerahTentang Pemerintahan Daerah, Penerbit CV.Tamita Utama Jakarta.
-
UU No. 32 Tahun 2004, Tentang Pemerintahan
Daerah, Bandung, Citra Umbara.
-
Ensiklopedia Nasional Indonesia 1990,
Balai Pustaka,Jakarta.
Subscribe to:
Posts (Atom)